Childfree dalam Perspektif Islam

Belakangan ini istilah “childfree” sedang marak diperbincangkan. Asal mulanya adalah dari cuitan seorang influencer di sosial media ketika ditanya mengenai resep awet mudanya, ia mengatakan childfree adalah resep alaminya. Hal ini tentu menimbulkan banyak perdebatan. Terlepas dari semua polemik, sebenarnya apa itu childfree? darimana sebenarnya asal-muasal pemikiran ini? dan bagaimana pandangan islam terhadap fenomena tersebut?

bayi

Sejarah Childfree

Childfree, atau keputusan pasangan untuk tidak memiliki anak sebenarnya dapat kita telusuri dari awal tahun 1500-an di erpoa. Dikutip dari cnbcindonesia.com, Sejarawan Rachel Chrastil, childfree menjadi sebuah hal yang lazim di perkotaan dan perdesaan Eropa pada awal tahun 1500. Kebiasaan perempuan pada saat itu yang lebih banyak memilih berkarir dibandingkan menikah muda menjadi pemicunya. walau begitu, secara statistik angka penganut childfree pada saat itu tetap lebih kecil daripada mereka yang memiliki anak. Keputusan childfree  pasangan untuk tidak memiliki anak secara signifikan naik dengan pesatnya industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi di Eropa dan Amerika pada tahun 1800-an. Hal ini ditandai dengan terjadinya penurunan angka kelahiran.

Childfree dalam Pandangan Islam

Sebagai seorang muslim, tentunya pegangan hidup kita adalah Alquran, hadits, dan Ijma para ulama. Kita tidak boleh menyenderkan kebenaran hanya kepada pendapat Idola, atau orang yang dianggap berilmu. Bahkan imam Syafi’i pernah berkata “Tinggalkan pendapatku jika menyelisihi sunnah Rasullullah salallahu alaihi wassalam”. Karena penulis sendiri bukanlah seorang ulama ahli ilmu, dan bukan pula yang berhak memberi fatwa, maka mari kita simak pendapat para ulama yang telah penulis kutip dari berbagai sumber berikut.

Dikutip dari bali.kemenag.go.id, Secara eksplisit hukum childfree adalah tidak haram, karena memang tidak ada ayat Al-Qur’an dan hadis yang mewajibkan suami dan istri untuk memiliki anak. Tetapi, terdapat anjuran agar mempunyai anak sebagai generasi penerus keturunan. Hal itu tertuang dalam Al-Qur’an dalam Q.S Al-Furqan 74 dan Q.S Al-Kahfi 46.

Pendapat berbeda disampaikan oleh seorang ulama, yang juga guru Pascasarjana di Universitas Islam Madinah, Syaikh Sulaiman bin Salimullah Ar-ruhaily. Beliau berkata;

Tujuan pernikahan itu ialah Menjaga kehormatan diri, memiliki keturunan, dan menjaga keutuhan rumah tangga. Tidak boleh membuat kesepakatan yang menyelisihi tujuan tersebut seperti : melangsungkan akad nikah dengan syarat suami tidak menggauli istrinya. Tidak boleh menikah dengan syarat tidak memiliki anak, dan sebagainya

Pendapat ini juga didukung dengan adanya hadits rasullullah yang mencela ‘Azl (mengeluarkan sperma diluar vagina dengan tujuan tidak terjadinya kehamilan). Ketika ditanya para sahabat tentang ‘Azl, Rasullullah bersabda;

ذَلِكَ الْوَأْدُ الْخَفِىُّ

Itu adalah pembunuhan tersembunyi” (HR. Muslim no. 1442).

Penulis sendiri lebih condong kepada pendapat dari syaikh Sulaiman Ar-ruhaily karena pendapat ini lebih menentramkan. Meskipun childfree tidak haram, sebagai seorang muslim sebisa mungkin kita hendaknya memiliki anak. Dalam sebuah hadits riwayat dari Abu Daud, rasullullah berkata bahwa beliau bangga dengan banyaknya umat islam nanti di hari kiamat.

Wallahualam, semoga Allah selalu menuntun kita di jalan yang diridhoinya.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.